Selasa, 20 September 2016

Menangkis Faham Puritan dengan Sinaran Cinta



Oleh: Abdul Aziz
Dunia saat ini sedang dalam kondisi tidak aman, banyak terjadi peperangan, baik itu antar Negara, golongan, suku maupun kelompok, sebut saja pertempuran ISIS dan militer Syiria di timur tengah, Jaringan Santoso dan TNI di Indonesia dan masih banyak lagi yang lainya yang terjadi dibelahan dunia ini.
Kelompok-kelompok pemberontak ini menjadi sebuah fenomena tersendiri di berbagai media massa, baik cetak maupun online, hampir setiap hari media memberitakan terjadinya peperangan yang tidak jarang menimbulkan korban jiwa, entah itu ibu-ibu ataupun anak-anak, mereka yang tidak berdosa turut merasakan imbasnya.
Berbagai kejadian kriminalitas, terorisme dan lain- lain, merupakan representasi dari keadaan dunia saat ini yang sangat mencekam dan tidak aman bagi kehidupan manusia, bayangkan saja ketika kita berada di timur tengah yang penuh dengan bom, atau di poso yang penuh dengan tembakan, bagaimana hidup bisa tenang, tidur bisa nyenyak, kalau selalu dihantui dengan dentuman meriam dan ledakan bom.
            Hal ini menjadi sebuah Ironi bagi kita, ketika kita mengetahui bahwa pelaku teror dan konflik tersebut adalah saudara kita sendiri sesama Muslim, entah apa yang menyebabkan mereka bersikap galak seperti itu, padahal Islam tidak mengajarkan kekerasan dan kedzaliman, Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang tidak pernah sedikit pun mengajarkan pengikutnya untuk berbuat sesuatu yang bisa merusak kedamaian orang lain.
            Konflik dan terror yang terjadi belakangan ini, menurut penulis adalah akibat dari paham-paham keagamaan yang puritan, radikal, fundamentalis yang cenderung literalis - harfiah sehingga menafsirkan ayat-ayat Quran ataupun hadis- hadis secara galak seolah-olah tanpa cakupan atau sinaran cinta. Hal inilah kiranya yang perlu di antisipasi oleh berbagai kalangan baik itu pesantren, Ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah dan juga pemerintah.
            Didalam memahami teks atau dalil perlu pemahaman yang menyeluruh agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, kita ketahui bahwa manusia diberi kelebihan oleh Tuhan yaitu berupa akal, dengan akal tersebut manusia mampu menganalisa dan memahami hal-hal disekitarnya, namun jika hanya berlandaskan akal saja itu tidaklah cukup, karena berpedoman pada akal saja dapat membahayakan sebab bangunan Islam itu terdiri dari fondasi akal, syariah, ibadah dan prinsip-prinsip moral. Seluruhnya merupakan hukum-hukum yang berkaitan dengan perilaku yang dibangun diatas fondasi keyakinan, dalam hal ini bukan berati melarang menggunakan akal, karena kita mengetahui bahwa al-Quran juga memerintahkan untuk berfikir namun dalam hal ini lebih menekankan agar menjadikan akal sebagai titik tolak untuk menuju perilaku yang ideal, baik dalam ibadah, syariah, hukum halal haram, juga prinsip-prinsip ahlak, amat penting sebab ia merupakan kekuatan untuk menghalang-halangi hawa nafsu.
Untuk memahami teks atau dalil selain dengan menggunakan akal juga harus di barengi dengan cinta, hal ini bertujuan agar bisa sampai kepada apa yang di inginkan dalil tersebut, sebagaimana di ungkapkan oleh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy dalam bukunya “Kitab Cinta ( Menyelami Bahasa Kasih Sang Pencipta)” Berpedoman pada akal semata tidak akan melahirkan ketenangan dalam diri manusia sebab akal hanyalah lampu penerang. Cahaya lampu hanya berfungsi menerangi. Ia tidak dapat mendorong atau menggerakan sedangkan berpedoman kepada cinta semata dapat menggerakan atau memotifasi diri, tetapi tidak bisa sampai kepada kebenaran, dapat menjalankan tetapi tidak sesuai dengan petunjuk.   Dari pernyataan diatas jelas bahwa untuk bisa memahami teks atau dalil harus di sinergikan antara akal dan cinta, perlu diketahui disini bahwa “ Cinta “ yang dimaksud adalah cinta kepada Allah dan Rasul Nya, bukan cinta kepada selainya. Karena kita tahu bahwa dengan cinta, hal yang awalnya sulit bisa menjadi mudah, yang awalnya keras bisa menjadi lunak, yang dulunya ekstrem bisa menjadi santai. Sinarilah setiap aktifitas kita dengan sinaran cinta kepada Allah dan Rasulnya niscaya akan selamat hidup kita. Wallahu a’lam bissawab.


Iman dan Amal Saleh



Oleh: Abdul Aziz
            Allah SWT. telah menjanjikan kepada hamba-hamba Nya kebahagiaan akhirat dan kenikmatan abadi yang tidak akan berakhir jika mereka melakukan dua hal, apa dua hal tersebut? Dua hal tersebut adalah Iman dan Amal Saleh, sebagaimana firman Allah : Dan adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka Dia akan memberikan pahala kepada mereka dengan sempurna. Dan Allah tidak menyukai orang zalim (QS. 3: 57)
            Pengertian Iman menurut bahasa artinya percaya sedangkan menurut istilah, Iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata
            Dapat di simpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin sempurna apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi jika tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, unsur unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
            Selanjutnya adalah amal saleh, kita sering mendengar istilah amal shalih baik dalam al Qur’an maupun as Sunnah dan dari perkataan ulama. Namun apa sebenarnya makna amal shalih? Amal saleh adalah segala perbuatan dan tingkah laku yang Allah cintai dan ridloi. Amal saleh mencakup beberapa hal yaitu melakukan perbuatan seperti Shalat, puasa, zakat, dan meninggalkan perbuatan seperti meninggalkan zina, judi dan lain sebagainya. Suatu amalan dalam agama Islam dikatakan sebagai amal shalih apabila terpenuhi di dalamnya sekurang-  kurangya dua syarat, yaitu Ikhlas karena Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah Muhammad.
            Di dalam al-Quran banyak sekali ayat yang menjelaskan ketertaitan antara Iman dan amal saleh, hal ini bisa kita lihat dari susunan ayatnya, ketika ada kata “amanuu” biasanya disusul kata “wa ‘amilu assholihat” seperti di (QS:2: 25, QS: 3: 57, QS: 18: 30, QS: 18: 107, QS: 16: 97) bisa dikatan ketika orang tersebut mengaku dirinya beriman  maka secara otomatis orang tersebut juga beramal saleh. Kebalikanya, jika orang mengaku beriman tapi tidak melakukan amal saleh maka keimanan seseorang tersebut hanya dibibir saja.
            Iman dan amal saleh dalam al-Quran adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, orang-orang yang diridlai Allah dan dijanjikan dengan syurga adalah mereka yang telah menggabungkan dua sifat tersebut dalam kehidupan mereka. Semoga kita termasuk orang-orang yang dijanjikan syurganya Allah dan diberi ketetapan iman serta istiqomah didalam beramal saleh. Wallahu a’lam bissawab