Selasa, 15 November 2016

Menghindari Fanatisme dalam Beragama

Oleh : Abdul Aziz
Manusia diciptakan Tuhan tiada lain hanya untuk menyembah kepada –Nya, dalam kaitan ini manusia berhubungan langsung dengan Tuhan (Hablun min Allah), selain berhubungan dengan manusia tentunya karena manusia adalah mahkluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, namun seringkali fanatisme (ta’ashshub) menghancurkan sisi kesosialan manusia tersebut, sebagaimana yang kita ketahui bersama, fanatisme merupakan penyakit sosial, karena dapat membuat seseorang rela mengorbankan nyawa demi membela pandangan sempitnya.
Ada beberapa macam fanatisme yang menjangkiti manusia, namun diantara itu semua ada fanatisme yang paling buruk yaitu fanatisme agama yang dipicu oleh hegemoni politik yang despotik, yaitu fanatisme yang bermetamorfosis menjadi radikalisme agama. Meskipun demikian fanatisme terhadap agama ada sisi negative dan positifnya, sisi negative dari fanatisme agama yaitu komitmen keagamaan yang mengakibatkan kekerasan dan radikalisme agama sedangkan fanatisme positif adalah komitmen terhadap keyakinan yang tidak berimplikasi pada tindakan radikal dan destruktif.
Kita saksikan sekarang, banyak sekali aksi terror yang dilakukan oleh sebagian orang yang mengatasnamakan agama, mulai dari bom bunuh diri, penembakan, pembajakan pesawat dan lain sebagainya, ini merupakan salah satu dampak dari fanatisme dalam beragama yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Suatu masyarakat yang seluruhnya terdiri dari kaum fanatic yang masing-masing bersedia mengorbankan dirinya secara tanpa perhitungan demi suatu cita-cita, betapapun luhurnya seperti cita-cita keadilan soial, akan kehilangan kesadaranya tentang makna cita-cita itu sendiri, yang pada mulanya cita-cita inilah yang memberikan motifasi untuk bersemangat dalam kegiatanya karena sikap fanatisme maka kaum fundamentalis selalu menjadi sumber dan pembela tindakan-tindakan anti sosial. Seperti kelompok Isis, al-Qaeda, boko haram dan lain sebagainya yang mengatas namakan agama dalam melakukan aksinya.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi munculnya sikap fanatic seseorang atau kelompok diantaranya adalah, fanatisme diantaranya disebabkan oleh kebodohan, sempitnya pemahaman dan kurangnya pemahaman seseorang dalam memahami hal-hal keagamaan membuatnya menjadi orang yang single minded, sehingga dalam melihat permasalahan secara hitam putih. Pandangan hitam putih inilah yang membuat sifanatis membuat pertentangan kami versus mereka atau muslim versus kafir dan ini adalah sumber konflik.
Sedangkan penyebab munculnya fanatisme yang selanjutnya adalah kepentingan pragmatis si fanatic itu sendiri, dalam hal ini terlihat jelas dari ISIS yang mempunyai kepentingan dalam menguasai kepentingan ekonomi dari ladang minyak yang ada di daerah yang dikuasai. Kepentingan itulah yang membuat fanatisme menyelimuti jiwa para pengikut ISIS.
Dalam kontek keIndonesiaan ada nama Imam Samudra dan Amrozi yang menggegerkan Nusantara dan dunia dengan tragedy bom Bali I dan II, pembenaran Imam Samudra tentang Jihad tidak menyimpang dari definisi tradisional para Ulama. Secara harfiah jihad berarti memberikan yang terbaik, mengeluarkan tenaga untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, usaha seseorang yang mencari jalan bisa dikategorikan sebagai jihad.
Secara definisi, jihad berarti melakukan yang terbaik untuk menegakan hukum Allah membangun dan menyebarkanya. Dari sudut pandang syariah, jihad berarti melawan mereka yang tidak beriman. Jihad ini terkenal dengan nama jihad fi sabililah, Imam Samudra berpendapat bahwa definisi jihad yang telah dikemukakan diatas telah memenuhi kesepakatan antara ulama salafus saleh, sehingga aksinya di bom bali tersebut termasuk dalam kategori jihad fi sabililah. Namun pandangan Imam Samudra ini pada dasarnya bertentangan dengan prinsip jihad itu sendiri karena prinsip jihad yang sebenarnya bukan seperti itu yang menghancurkan dan membumi hanguskan yang tidak berdosa.
Fanatisme negative dalam beragama sungguh sangat berbahaya, dan berakibat fatal dalam social kemasyarakatan karena bisa menggangu keamanan dan perdamaian umat. Maka dari itu sudah seharusnya umat Islam menjauhi sikap fanatic, umat Islam seharusnya bersikap toleran ketika berbeda, karena perbedaan adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari atau merupakan sunnatullah dimuka bumi ini dan dikatakan juga dalam sebuah hadis bahwa Iktilaf umatku  rahmat Allah.
Penyebab selanjutnya adalah umat Islam tidak saling mengafirkan dan menyesatkan, ada banyak nash yang melarang seseorang menuduh kepada sesama muslim, baik itu nash yang ada dalam Al-Qur’an ataupun hadis Nabi. Contohnya firman Allah : Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, (QS. An-Nisa [4]: 94) dan  dalam hadis “Jika seseorang berkata pada saudaranya ‘ Hai orang kafir, maka kekafiran itu kembali pada salah satu dari keduanya ( HR. Al-Bukhori)
Sebagai seorang muslim yang sejati, yang menjunjung tinggi nilai syariat Islam, maka sudah seharusnya kita meninggalkan sifat fanatic dan lebih mengedepankan toleran, karena seperti prinsip Islam itu sendiri bahwa Islam adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin, menjadi rahmat bagi seluruuh Umat di dunia. Mari kita membuang fanatisme dan mulai membumikan toleran untuk menebarkan kedamaian di bumi ini. Wallahu 'A'lam Bissawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar