Selasa, 18 Desember 2018

Beragama di Era 4.0

           Seorang sosiolog agama bernama Elizabeth K. Nottingham berpendapat bahwa agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui devinisi, melainkan deskripsi. Menurut Elizabeth Tidak ada satupun definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan.
Menurut gambaran Elizabeth, agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat di mana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu agama juga dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri.
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai sesuatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam sikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai, agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk cirikhas.
Memasuki abad 21, dunia mengalami perubahan yang sangat drastis di berbagai bidang, baik itu pertanian, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini tetunya hal ini akan berimbas pada agama atau cara beragama seseorang.
Budaya tradisional dan seluruh makna dan nilai yang dilestarikan mulai ditinggalkan akibat revolusi industri ilmiah atau sekarang terkenal dengan sebutan revolusi industri 4.0. Isaac Newton dan para koleganya mengatakan terjadinya revolusi industri mengakibatkan erosi lebih dalam pada kepercayaan agama dan pandangan filosofis yang selama ini mendukung dasar-dasar masyarakat. Teknologi baru memberikan banyak manfaat, namun sekaligus juga memindahkan masyarakat dari ladang ke kota besar, mengguncang masyarakat dan keluarga, merenggut tradisi dan kerajinan serta menjadikan kepercayaan terhadap adat istiadat dan pengulanganya menjadi mustahil.
Era digital menuntut semuanya serba cepat dan kreatif karena kalau tidak, maka akan tergerus oleh sistem yang ada sehingga mau tidak mau harus mengikuti sistem yang ada agar tetap survive di dunia ini.
Tuntutan dunia era digital haruslah diimbangi dengan tingkat keberagamaan yang kuat, karena kalau tidak dibarengi dengan agama maka akan timpang, untuk itu agama harus menyertai setiap lini kehidupan manusia, agama dan kemajuan iptek harus berjalan linier/seiring.
Disinilah pentingnya agama, ketika iptek sudah jauh kebablasan maka agama akan mengerem dan mengarahkanya menuju rel yang sudah ada. Dengan demikian kemajuan iptek tidak akan menjadi masalah bagi kehidupan manusia karena sudah ada kontrolnya yaitu agama.
Menilik kebelakang, revolusi industri selalu memakan korban, yaitu tergantikanya tenaga manusia dengan mesin/teknologi, namun di era 4.0 ini yang konon katanya lebih ganas dari era sebelumnya kita tidak perlu takut selama berpegang teguh dan menjalankan syariat agama dengan benar. Revoulusi industri akan selalu memakan korban tapi korbanya bukan orang yang beragama. Selamat beragama di era 4.0

( Jalaluddin, 1998) psikologi agama, raja grafindo persada, jakarta, 225

Tidak ada komentar:

Posting Komentar