Menurut gambaran Elizabeth, agama
adalah gejala yang begitu sering “terdapat di mana-mana” dan agama berkaitan
dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri
sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu agama juga dapat membangkitkan
kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri.
Agama dalam kehidupan individu
berfungsi sebagai sesuatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara
umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam sikap dan bertingkah
laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai,
agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan
sebagai bentuk cirikhas.
Memasuki abad 21, dunia mengalami
perubahan yang sangat drastis di berbagai bidang, baik itu pertanian, ekonomi,
sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini tetunya hal ini akan berimbas pada
agama atau cara beragama seseorang.
Budaya tradisional dan seluruh makna
dan nilai yang dilestarikan mulai ditinggalkan akibat revolusi industri ilmiah
atau sekarang terkenal dengan sebutan revolusi industri 4.0. Isaac Newton dan
para koleganya mengatakan terjadinya revolusi industri mengakibatkan erosi
lebih dalam pada kepercayaan agama dan pandangan filosofis yang selama ini
mendukung dasar-dasar masyarakat. Teknologi baru memberikan banyak manfaat,
namun sekaligus juga memindahkan masyarakat dari ladang ke kota besar,
mengguncang masyarakat dan keluarga, merenggut tradisi dan kerajinan serta
menjadikan kepercayaan terhadap adat istiadat dan pengulanganya menjadi
mustahil.
Era digital menuntut semuanya serba
cepat dan kreatif karena kalau tidak, maka akan tergerus oleh sistem yang ada
sehingga mau tidak mau harus mengikuti sistem yang ada agar tetap survive di
dunia ini.
Tuntutan dunia era digital haruslah
diimbangi dengan tingkat keberagamaan yang kuat, karena kalau tidak dibarengi
dengan agama maka akan timpang, untuk itu agama harus menyertai setiap lini
kehidupan manusia, agama dan kemajuan iptek harus berjalan linier/seiring.
Disinilah pentingnya agama, ketika
iptek sudah jauh kebablasan maka agama akan mengerem dan mengarahkanya menuju
rel yang sudah ada. Dengan demikian kemajuan iptek tidak akan menjadi masalah
bagi kehidupan manusia karena sudah ada kontrolnya yaitu agama.
Menilik kebelakang, revolusi industri
selalu memakan korban, yaitu tergantikanya tenaga manusia dengan
mesin/teknologi, namun di era 4.0 ini yang konon katanya lebih ganas dari era
sebelumnya kita tidak perlu takut selama berpegang teguh dan menjalankan
syariat agama dengan benar. Revoulusi industri akan selalu memakan korban tapi
korbanya bukan orang yang beragama. Selamat beragama di era 4.0
( Jalaluddin, 1998) psikologi agama, raja grafindo persada,
jakarta, 225
Tidak ada komentar:
Posting Komentar