Minggu, 06 September 2015

Pentingnya Berfikir Positif di Dalam Hidup

      Manusia adalah mahluk yang sempurna yang pernah diciptakan Tuhan, mahluk yang diberi kemampuan berfikir, hal inilah yang membedakan manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan yang lainya, seperti hewan, tumbuhan dan malaikat.
      Kemampuan berfikir yang dimiliki manusia sangat besar sekali pengaruhnya didalam kehidupan manusia tersebut, karna tindakan yang dihasilkan manusia adalah hasil pikir nya sendiri, jika didalam otaknya selalu memikirkan hal -  hal yang positif maka tindakan yang timbul nantinya akan positif begitupun sebaliknya, jika otaknya dipenuhi pikiran-pikiran negatif maka akan timbul tindakan yang negatif juga, begitulah logikanya.
      Sekarang kembali pada diri kita sendiri, apakah dalam sehari- hari pikiran kita memikirkan hal- hal yang positif  atau negatif ? hanya anda yang tau, dalam sebuah buku yang berjjudul aladdin factor  karya Jack Canfield dan Mark Viktor Hansen menyebutkan bahwa manusia setiap harinya menghadapi lebih dari 60.000 pikiran, hem..... ternyata kita benar- benar mahluk pemikir ya, sekarang jika dokorelasikan dengan penelitian yang dilakukan oleh fakultas kedokteran di San Fransisco pada tahun 1986 yang menyebutkan bahwa lebih dari 80% pikiran manusia besifat negatif. Hasil ini memperkuat pernyataan bahwa nafsu cenderung menyuruh pada keburukan, dengan hitung- hitungan sederhana, 80% dari 60.000 pikiran adalah 48.000, jadi setiap harinya kita memiliki 48.000 pikiran negatif, dan itu semua turut mempengaruhi perasaan, perilaku, serta penyakit yang mendera jiwa dan raga.
      Untuk itu kita dituntut untuk ekstra hati- hati dalam memilih pikiran dibenak kita agar kita bisa menghindar dari pikiran negatif.
Ada beberapa prinsip berfikir positif yang bisa kita aplikasikan diantaranya :
Ø  Allah tidak akan menutup satu pintu kecuali karena dia membuka pintu yang lebih baik untuk anda
Ø  Mengubah pikiran negatif dan menggantinya dengan hal- hal yang positif
Ø  Setiap masalah dapat diselesaikan menggunakan penyelesaian spritual
Ø  Belajar dari masa lalu, hiduplah untuk hari ini, dan susunlah rencana untuk masa depan.

Berfikir positif sangat besar dampaknya bagi kehidupan kita, penuhilah dirimu dengan berfikir yang positif maka hari –harimu akan terasa indah dan kesuksesan akan menghampiri anda, karna didalam diri anda terdapat komponen yang sangat mendukung anda untuk menjadi sukses. Begitu besar pengaruh pikiran dalam memengaruh masa depan kita, karna segala hal yang kita lakukan berasal dari arahan pikiran, maka jagalah dan peliharalah akal kita sehingga pikiran kita selalu terisi dengan pikiran-pikiran yang positif agar hidup kita lebih indah. Wallahu A’lam Bissawab.


Ilmu Pendidikan Islam ( Pendidikan Yang Ideal Menurut Islam)


BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qurani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religius, budaya dan ilmiah.[1]
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang punya tanggung jawab mengantarkan manusia kearah tujuan tersebut. Justru itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik. Bentuk nilai yang di internalisasikan paling tidak meliputi : nilai etika (akhlak), etika sosial, politik, pengetahuan, pragmatis, dan nilai ilahiyah.[2]
Pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pndidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan yang menyerahkan tanggung jawab dan amanat pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang menerima tanggung dan amanat adalah setiap orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidikan merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena tanggung jawabnya atas pendidikan.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PENDIDIK
1.      Secara Etimologi
Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi, muallim dan muaddib. Ketiga term itu. Murabbi, muallim, muaddib, mempunyai makna yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimat,walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.
Kata atau istilah “murabbi” sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya.
Sedangkan istilah “mu’allim” pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu.[3]
Adapun istilah “muaddib” menurut al-Attas, lebih luas dari istilah “muallim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.[4]
2.      Secara Terminologi
Pendidikan Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban itu pertama-tama bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan dirinya sendiri, kemudian bersifat sosial dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain.
Hal ini tercermin dalam firman Allah sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim : 6)
Berikut ada beberapa para pakar yang menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik, diantaranya : Moh. Fadhil al-Djamil, Marimba, Sutari Imam Barnadib, Zakiah Daradjat, Ahmad Tafsir.
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dibedakan antara pendidik dengan tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.[5]

B.     JENIS PENDIDIK
Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam :
1.   Allah SWT
Dari berbagai ayat al-Quran yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkannya kepada nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Ia juga sebagai pencipta,
Firman Allah SWT yang artinya :
- “Segala pujian bagi Allah rabb bagi  seluruh alam.” (Q.S. Al-Fatihah : 1)
Sabda Rasulullah SAW yang artinya :
- “Tuhanku telah adabani (mendidik)ku sehingga menjadi baik pendidikan.” (H.R. al-    Asyhari)
Berdasarkan ayat dan hadis di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia.
Al-Razi, yang membuat perbandingan antara Allah sebagai pendidik dengan manusia sebagai pendidik sangatlah berbeda, Allah sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididiknya  sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatikan Allah tidak terbatas hanya terhadap sekelompok manusia saja, tetapi memperhatikan dan memdidik seluruh alam.[6]

2.   Nabi Muhammad SAW
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai muallim(pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT.[7]
3.   Orang Tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada ditengah orang tuanya.
Al-Quran menyebutkan sifat-sifat yang dimilik oleh orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat bersyukur kepada Allah, suka menasihati anaknya agar tidak menyekutukan Allah, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah shalat, sabar dalam menghadapi penderiaan. (Lihat Q.S. Lukman : 12-19). Itulah sebabnya orang tua disebut “Pendidik kudrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qudratnya menjadi pendidik.
4.   Guru
Pendidik dilembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru. Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya.
Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah SWT menjelaskan :
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa : 58)



C.    KEUTAMAAN PENDIDIK
Pekerjaan sebagai guru adalah suatu pekerjaan yang luhur dan mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat, negara dan dari sudut keagamaan.
Dalam ajaran Islam pendidik sangatlah dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun oleh Rasulnya :
Firman Allah SWT.
Artinya : “Allah meningkatkan derajat orang beriman  dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mursalat : 11)
Sabda Rasulullah SAW.
Artinya : “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (H.R. Bukhari)
Artinya : “Tinta para ulama lebih tinggi nilainya dari pada darah para suhada.”(H.R. Abu Daud dan Turmizi)
Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (pendidik). Al- Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang diungkapkan oleh Syauki yang berbunyi : “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul.”
Al-Ghazali menyatakan sebagai berikut : ”Seorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit, dia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya, seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum. Seseorang yang menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan yang terhormat. Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik.”[8]
Keutamaan dan tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri, Islam memuliakan pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, maka sudah pati agama Islam memuliakan seorang pendidik.

D.    TUGAS, TANGGUNG JAWAB, DAN HAK PENDIDIK
1.   Tugas Pendidik
Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang rasul.
a.   Tugas secara umum, adalah :
Sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hokum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.
Selain itu tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqorrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik sebagai berikut : Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.[9]
b.   Tugas secara khusus, adalah :
1)   Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
2)   Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
3)   Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait.
2.   Tanggung Jawab Pendidik
Berangkat dari uaraian diatas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rahman  al-Nahlawi adalah, mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Pendidikan akan mempertanggung jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah sebagaimana hadits Rasul, yang Artinya :
“Dari Ibnu Umar r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda : Masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas gembalanya : Pemimpin adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri adalah pengembala ditengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang diantara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang di gembalanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3.   Hak Pendidik
Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik. Justru itu pendidik berhak untuk mendapatkan :
a.   Gaji, mengenai penerimaan gaji ini pada awalnya terdapat perselisihan pendapat. Yang paling terkenal menolak untuk menerima gaji adalah Socrates.[10] Kemudian diikuti oleh filosofi muslim yaitu al-Ghazali, berkesimpulan mengharamkan gaji.[11] Sementara itu Al-Qabisi (935-1012) mempunyai pendapat yang berbeda, ia memandang gaji itu tak dapat tidak harus diadakan.[12] Alasan Al-Qabisi guru menerima gaji karena pendidik telah menjadi jabatan profesi, tentu mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan ekonomi, berupa gaji ataupun honorarium.
b.   Mendapatkan Penghargaan
Guru adalah abu al-ruh (Bapak Rohani) bagi peserta didiknya. Dialah yang memberikan santapan rohani dan memperbaiki tingkah laku peserta didik. Seperti diungkapkan Muhammad “Athiyyah al-Abrasyi” yang dikutip Zainuddin dkk.
“Menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita.[13]
E.     KODE ETIK PENDIDIK
1.   Kode Etik Pendidik di Indonesia
Pengertian Kode Etik menurut Undang-Undang  Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian dinyatakan bahwa kode etik adalah sebagai pedoman sikap tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan. Menurut Basuni Ketua Umum PGRI tahun 1973 bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.
Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa kode etik guru adalah norma-norma yang harus di indahkan guru dalam melaksanakan tugasnya di dalam masyarakat.
Kode Etik Guru ini ada dua macam yaitu:
1. Kode Etik Guru Indonesia
2. Kode Etik Jabatan Guru
2.   Kode Etik Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Sebenarnya banyak sekali kode etik pendidik yang dikemukakan oleh pakar pendidikan Islam baik pakar pendidikan Islam  di dunia Islam maupun di Indonesia. Dari sekian banyak pendapat penulis mengemukakan kode etik yang paling lengkap yang pernah disusun oleh para pakar pendidikan Islam, yaitu seperti yang dikemukakan oleh Al-Kanani.[14]
Al-Kanani (w. 733 H) mengemukakan persyaratan seorang pendidik ada tiga macam yaitu:
1. Yang berkenaan dengan dirinya sendiri.
2. Yang berkenaan dengan pelajaran.
3. Yang berkenaan dengan muridnya.







F.     PERAN PENDIDIK
Konsep operasional, pendidikan Islam adalah proses transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai-nilai Islam dalam rangka mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, maka pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam, pendidikan Islam.
Sehubungan dengan hal tersebut Al-Nahlawi menyatakan bahwa peran guru hendaklah mencontoh peran yang dilakukan Rasulullah yaitu mengkaji dan mengembangkan ilmu ilahi.
Firman Allah SWT :
Artinya : Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. (Q.S. Ali Imron : 79)
Kata “rabbani” pada ayat diatas menunjukkan pengertian bahwa pada diri setiap orang kedalaman atau kesempurnaan ilmu atau takwa. Hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan fungsinya sebagai pendidik. Ia tidak akan dapat memberikan pendidikan yang baik, bila ia sendiri tidak memperhatikan dirinya sendiri.
Disamping itu Allah SWT juga mengisyaratkan bahwa tugas pokok Rasulullah adalah mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah kepada manusia serta mensucikan mereka, yakni mengembangkan dan membersihkan jiwa mereka.
Artinya : Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Al-Baqarah : 129)
Ayat ini menerangkan bahwa sebagai seorang pendidik yang agung, beliau tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi lebih dari itu, di mana ia juga mengemban tugas untuk memelihara kesucian manusia.
Berdasarkan irman Allah SWT di atas, al-Nahlawi menyimpulkan bahwa tugas pokok (peran utama) guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
1)   Tugas pensucian. Guru hendaknya mengembankan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjauhkannya dari keburukan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya.
2)   Tugas Pengajaran. Guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik  untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.
Selanjutnya fungsi pendidikan sebagai waratsat al-anbiya pada hakekatnya mengemban misi sebagai rahmat li al-‘alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan taat pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Kemudian tugas ini dikembangkan kepada pembentukan manusia yang berjiea tauhid, kreatif, beramal saleh, serta bermoral yang tinggi.


















BAB III
KESIMPULAN
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dibedakan antara pendidik dengan tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam :
1. Allah SWT
2. Nabi Muhammad SAW
3. Orang Tua
4. Guru
Al-Ghazali menyatakan sebagai berikut : ”Seorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit, dia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya, seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum. Seseorang yang menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan yang terhormat. Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik.”
Selanjutnya fungsi pendidikan sebagai waratsat al-anbiya pada hakekatnya mengemban misi sebagai rahmat li al-‘alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan taat pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Kemudian tugas ini dikembangkan kepada pembentukan manusia yang berjiea tauhid, kreatif, beramal saleh, serta bermoral yang tinggi.




DAFTAR PUSTAKA
1.      Ramayulis, Haji, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.


[1] Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, Makalah, STAIN Batusangkar, 2000, h.7.
[2] Ibid. h. 8.
[3] Liha Sed Muhammad al-Naquid al-Atas, The Concept of Education in Islam, (Kuala Lumpur:  Muslim Youth Men of      Malaysia ABM-1980), h. 63.
[4] Ibid
[5] Undang-Undang SISDIKNAS 2003 UU RI no 20 tahun 2003 Bab I pasal I point 5 dan 6.
[6] Al-Razi dalam Muhammad Dahan, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Quran Serta Implementasinya. (Bandung : CV. Diponegoro, 1991), h. 43.
[7] Ibid
[8] Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin. (Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali), (Jakarta 1990), h. 50.
[9] Abdurrahman An-Nahlawi, Lingkungan Pendidikan Islam, rumah, sekolah dan masyarakat. (Bairut Libanon : Dara I-Fikr  al-Ma’asyir, 1983). Cet. Ke 2. H. 41.
[10] Musthafa Sa’I al-Khin, dkk. Mazhab al-Muttaqin Syarh Riadh al-Shalihin, (Beirut : Muassah al-Risalah, 1972), h. 298.
[11] A. Piet Sahertian, Profil Pendidikan Profesional, (Yogyakarta : Andi Ofset, 1994), h. 20.
[12] A. Bustami, A. Gani, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta :Bulan Bintang), h. 130-131 buku aslinya Attarbiyatul Islamiyah  oleh Muhammad Athiyah al-Abrasy
[13] A. Piet Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta : Andi Ofset, 1994), h. 20.
[14] Badruddin Ibn Jama’ah al-Kanani, Tazkirah al-Sam’I wa al-Mutakallim fi Adab al Alim wa al-Mutaalim, (Bairut : Dar al-Kutub, 1978), h. 1019.