BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa
tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang
mempunyai wajah Qurani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religius,
budaya dan ilmiah.[1]
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut
dalam pendidikan Islam, pendidik yang punya tanggung jawab mengantarkan manusia
kearah tujuan tersebut. Justru itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan
sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut
menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah)
pada peserta didik. Bentuk nilai yang di internalisasikan paling tidak meliputi
: nilai etika (akhlak), etika sosial, politik, pengetahuan, pragmatis, dan
nilai ilahiyah.[2]
Pendidik dalam pendidikan Islam adalah
setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas
pndidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan yang menyerahkan tanggung jawab dan
amanat pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama,
sementara yang menerima tanggung dan amanat adalah setiap orang dewasa. Ini
berarti bahwa pendidikan merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena
tanggung jawabnya atas pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PENDIDIK
1.
Secara
Etimologi
Dalam
konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi, muallim dan muaddib.
Ketiga term itu. Murabbi, muallim, muaddib, mempunyai makna yang berbeda,
sesuai dengan konteks kalimat,walaupun dalam situasi tertentu mempunyai
kesamaan makna.
Kata
atau istilah “murabbi” sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih
mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani.
Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya.
Sedangkan
istilah “mu’allim” pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih
terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang
tahu kepada seorang yang tidak tahu.[3]
Adapun
istilah “muaddib” menurut al-Attas, lebih luas dari istilah “muallim” dan lebih
relevan dengan konsep pendidikan Islam.[4]
2.
Secara
Terminologi
Pendidikan
Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik.
Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban
hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban itu pertama-tama
bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas
pendidikan dirinya sendiri, kemudian bersifat sosial dalam arti bahwa setiap
orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain.
Hal
ini tercermin dalam firman Allah sebagai berikut :
Artinya
: “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim : 6)
Berikut
ada beberapa para pakar yang menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik,
diantaranya : Moh. Fadhil al-Djamil, Marimba, Sutari Imam Barnadib, Zakiah
Daradjat, Ahmad Tafsir.
Di
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dibedakan
antara pendidik dengan tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar,widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.[5]
B.
JENIS
PENDIDIK
Pendidik dalam
pendidikan Islam ada beberapa macam :
1. Allah
SWT
Dari
berbagai ayat al-Quran yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai
pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkannya kepada nabi
Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Ia juga sebagai
pencipta,
Firman Allah SWT yang
artinya :
- “Segala pujian bagi Allah rabb bagi
seluruh alam.” (Q.S. Al-Fatihah : 1)
Sabda Rasulullah SAW
yang artinya :
-
“Tuhanku telah adabani (mendidik)ku
sehingga menjadi baik pendidikan.” (H.R. al- Asyhari)
Berdasarkan
ayat dan hadis di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi
manusia.
Al-Razi,
yang membuat perbandingan antara Allah sebagai pendidik dengan manusia sebagai
pendidik sangatlah berbeda, Allah sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan
orang yang dididiknya sebab Dia adalah
Zat Pencipta. Perhatikan Allah tidak terbatas hanya terhadap sekelompok manusia
saja, tetapi memperhatikan dan memdidik seluruh alam.[6]
2. Nabi
Muhammad SAW
Nabi
sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai muallim(pendidik). Nabi sebagai
penerima wahyu al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada
seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia
ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi
sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT.[7]
3. Orang
Tua
Pendidik
dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Dari merekalah anak mulai mengenal
pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup
banyak tertanam sejak anak berada ditengah orang tuanya.
Al-Quran
menyebutkan sifat-sifat yang dimilik oleh orang tua sebagai guru, yaitu
memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio
dapat bersyukur kepada Allah, suka menasihati anaknya agar tidak menyekutukan
Allah, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah shalat, sabar dalam
menghadapi penderiaan. (Lihat Q.S. Lukman : 12-19). Itulah sebabnya orang tua
disebut “Pendidik kudrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah
qudratnya menjadi pendidik.
4. Guru
Pendidik
dilembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru. Namun guru bukan hanya
menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang
yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya.
Sebagai
pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya.
Allah SWT menjelaskan :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S.
An-Nisa : 58)
C.
KEUTAMAAN
PENDIDIK
Pekerjaan
sebagai guru adalah suatu pekerjaan yang luhur dan mulia, baik ditinjau dari
sudut masyarakat, negara dan dari sudut keagamaan.
Dalam
ajaran Islam pendidik sangatlah dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh
Allah maupun oleh Rasulnya :
Firman
Allah SWT.
Artinya : “Allah meningkatkan derajat orang
beriman dan berilmu pengetahuan beberapa
derajat.” (Q.S. Al-Mursalat : 11)
Sabda
Rasulullah SAW.
Artinya : “Sebaik-baik kamu adalah orang yang
mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (H.R. Bukhari)
Artinya : “Tinta para ulama lebih tinggi nilainya dari
pada darah para suhada.”(H.R. Abu Daud dan Turmizi)
Firman
Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan (pendidik). Al- Ghazali mengkhususkan guru dengan
sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah
kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang diungkapkan oleh Syauki yang
berbunyi : “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang
guru itu hampir saja merupakan seorang rasul.”
Al-Ghazali
menyatakan sebagai berikut : ”Seorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan
ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit,
dia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam
dirinya, seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum.
Seseorang yang menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memilih
pekerjaan yang terhormat. Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan
dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik.”[8]
Keutamaan
dan tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu
sendiri, Islam memuliakan pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu didapat dari
belajar dan mengajar, maka sudah pati agama Islam memuliakan seorang pendidik.
D.
TUGAS,
TANGGUNG JAWAB, DAN HAK PENDIDIK
1. Tugas
Pendidik
Keutamaan
seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang
diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang rasul.
a. Tugas
secara umum, adalah :
Sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya
mengemban misi rahmat li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia
untuk tunduk dan patuh pada hokum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan
dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan
kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.
Selain itu tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqorrub kepada
Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik
sebagai berikut : Pertama, fungsi
penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah
manusia. Kedua, fungsi pengajaran
yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai
agama kepada manusia.[9]
b. Tugas
secara khusus, adalah :
1) Sebagai pengajar (instruksional) yang
bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah
disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
2) Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan
peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring
dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
3) Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin
dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait.
2. Tanggung
Jawab Pendidik
Berangkat
dari uaraian diatas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh
Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah,
mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya,
mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling
menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam
menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran.
Pendidikan akan mempertanggung jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya
kepada Allah sebagaimana hadits Rasul, yang Artinya :
“Dari
Ibnu Umar r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda : Masing-masing kamu adalah
pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas gembalanya : Pemimpin
adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri
adalah pengembala ditengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya.
Setiap orang diantara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab
atas apa yang di gembalanya.” (H.R. Bukhari dan
Muslim)
3. Hak
Pendidik
Pendidik
adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik
peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan dalam rangka
mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan
akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik. Justru itu pendidik berhak untuk
mendapatkan :
a. Gaji, mengenai
penerimaan gaji ini pada awalnya terdapat perselisihan pendapat. Yang paling
terkenal menolak untuk menerima gaji adalah Socrates.[10]
Kemudian diikuti oleh filosofi muslim yaitu al-Ghazali, berkesimpulan
mengharamkan gaji.[11]
Sementara itu Al-Qabisi (935-1012) mempunyai pendapat yang berbeda, ia
memandang gaji itu tak dapat tidak harus diadakan.[12]
Alasan Al-Qabisi guru menerima gaji karena pendidik telah menjadi jabatan
profesi, tentu mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan
ekonomi, berupa gaji ataupun honorarium.
Guru
adalah abu al-ruh (Bapak Rohani) bagi
peserta didiknya. Dialah yang memberikan santapan rohani dan memperbaiki
tingkah laku peserta didik. Seperti diungkapkan Muhammad “Athiyyah al-Abrasyi” yang dikutip Zainuddin dkk.
“Menghormati
guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita.[13]
E.
KODE
ETIK PENDIDIK
1. Kode
Etik Pendidik di Indonesia
Pengertian
Kode Etik menurut Undang-Undang Nomor 8
tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian dinyatakan bahwa kode etik adalah
sebagai pedoman sikap tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar
kedinasan. Menurut Basuni Ketua Umum PGRI tahun 1973 bahwa Kode Etik Guru
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI
dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.
Berdasarkan
uraian diatas jelas bahwa kode etik guru adalah norma-norma yang harus di
indahkan guru dalam melaksanakan tugasnya di dalam masyarakat.
Kode
Etik Guru ini ada dua macam yaitu:
1.
Kode Etik Guru Indonesia
2.
Kode Etik Jabatan Guru
2. Kode
Etik Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Sebenarnya
banyak sekali kode etik pendidik yang dikemukakan oleh pakar pendidikan Islam
baik pakar pendidikan Islam di dunia
Islam maupun di Indonesia. Dari sekian banyak pendapat penulis mengemukakan
kode etik yang paling lengkap yang pernah disusun oleh para pakar pendidikan
Islam, yaitu seperti yang dikemukakan oleh Al-Kanani.[14]
Al-Kanani
(w. 733 H) mengemukakan persyaratan seorang pendidik ada tiga macam yaitu:
1.
Yang berkenaan dengan dirinya sendiri.
2.
Yang berkenaan dengan pelajaran.
3.
Yang berkenaan dengan muridnya.
F.
PERAN
PENDIDIK
Konsep
operasional, pendidikan Islam adalah proses transformasi ilmu pengetahuan dan
internalisasi nilai-nilai Islam dalam rangka mengembangkan fitrah dan
kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan
kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, maka pendidik mempunyai peran yang
sangat penting dalam, pendidikan Islam.
Sehubungan
dengan hal tersebut Al-Nahlawi menyatakan bahwa peran guru hendaklah
mencontoh peran yang dilakukan Rasulullah yaitu mengkaji dan mengembangkan
ilmu ilahi.
Firman
Allah SWT :
Artinya
: ”Tidak wajar bagi seseorang manusia
yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata
kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu
menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan
disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. (Q.S. Ali Imron : 79)
|
Kata “rabbani” pada ayat diatas menunjukkan
pengertian bahwa pada diri setiap orang kedalaman atau kesempurnaan ilmu atau
takwa. Hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan fungsinya sebagai pendidik.
Ia tidak akan dapat memberikan pendidikan yang baik, bila ia sendiri tidak
memperhatikan dirinya sendiri.
Disamping
itu Allah SWT juga mengisyaratkan bahwa tugas pokok Rasulullah adalah
mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah kepada manusia serta mensucikan mereka,
yakni mengembangkan dan membersihkan jiwa mereka.
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah
untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Al-Baqarah : 129)
Ayat
ini menerangkan bahwa sebagai seorang pendidik yang agung, beliau tidak hanya
mengajarkan ilmu, tapi lebih dari itu, di mana ia juga mengemban tugas untuk
memelihara kesucian manusia.
Berdasarkan
irman Allah SWT di atas, al-Nahlawi menyimpulkan bahwa tugas pokok (peran
utama) guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
1) Tugas
pensucian. Guru hendaknya mengembankan dan membersihkan jiwa peserta didik agar
dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjauhkannya dari keburukan, dan
menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya.
2) Tugas
Pengajaran. Guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman
kepada peserta didik untuk diterjemahkan
dalam tingkah laku dan kehidupannya.
Selanjutnya
fungsi pendidikan sebagai waratsat al-anbiya pada hakekatnya mengemban misi
sebagai rahmat li al-‘alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk
tunduk dan taat pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan di dunia
dan akhirat. Kemudian tugas ini dikembangkan kepada pembentukan manusia yang
berjiea tauhid, kreatif, beramal saleh, serta bermoral yang tinggi.
BAB III
KESIMPULAN
Di dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dibedakan antara
pendidik dengan tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan. Sedangkan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,widya iswara, tutor, instruktur,
fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pendidik dalam
pendidikan Islam ada beberapa macam :
1. Allah SWT
2. Nabi Muhammad SAW
3. Orang Tua
4. Guru
Al-Ghazali menyatakan
sebagai berikut : ”Seorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu
dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit, dia bagaikan
matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya,
seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum. Seseorang
yang menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan yang
terhormat. Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara
adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik.”
Selanjutnya
fungsi pendidikan sebagai waratsat al-anbiya pada hakekatnya mengemban misi
sebagai rahmat li al-‘alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk
tunduk dan taat pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan di dunia
dan akhirat. Kemudian tugas ini dikembangkan kepada pembentukan manusia yang
berjiea tauhid, kreatif, beramal saleh, serta bermoral yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ramayulis,
Haji, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
[1] Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, Makalah, STAIN
Batusangkar, 2000, h.7.
[2] Ibid. h. 8.
[3] Liha Sed Muhammad al-Naquid
al-Atas, The Concept of Education in
Islam, (Kuala Lumpur: Muslim Youth
Men of Malaysia ABM-1980), h. 63.
[4] Ibid
[5] Undang-Undang SISDIKNAS 2003 UU
RI no 20 tahun 2003 Bab I pasal I point 5 dan 6.
[6] Al-Razi dalam Muhammad Dahan, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut
Al-Quran Serta Implementasinya. (Bandung : CV. Diponegoro, 1991), h. 43.
[7] Ibid
[8] Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin. (Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali), (Jakarta
1990), h. 50.
[9] Abdurrahman An-Nahlawi, Lingkungan Pendidikan Islam, rumah, sekolah
dan masyarakat. (Bairut Libanon : Dara I-Fikr al-Ma’asyir, 1983). Cet. Ke 2. H. 41.
[10] Musthafa Sa’I al-Khin, dkk. Mazhab al-Muttaqin Syarh Riadh al-Shalihin,
(Beirut : Muassah al-Risalah, 1972), h. 298.
[11] A. Piet Sahertian, Profil Pendidikan Profesional, (Yogyakarta
: Andi Ofset, 1994), h. 20.
[12] A. Bustami, A. Gani, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta
:Bulan Bintang), h. 130-131 buku aslinya Attarbiyatul
Islamiyah oleh Muhammad Athiyah
al-Abrasy
[13] A. Piet Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta
: Andi Ofset, 1994), h. 20.
[14]
Badruddin Ibn Jama’ah
al-Kanani, Tazkirah al-Sam’I wa
al-Mutakallim fi Adab al Alim wa al-Mutaalim, (Bairut : Dar al-Kutub,
1978), h. 1019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar