Oleh: Abdul Aziz
Ketoprak adalah kesenian rakyat yang
memadukan seni drama, musik, dan sastra sekaligus. Kesenian Ketoprak ini tumbuh
subur di Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta sebagian daerah Jawa Timur. Kesenian
Ketoprak bermula dari permainan rakyat menabuh lesung pada bulan purnama yang
disebut gejogan. Awalnya, tabuhan lesung ini menjadi pengiring nyanyian
dolanan, yang kemudian dimasukkan unsur cerita ke dalamnya sehingga membentuk
suatu teater sederhana. Ketoprak menjadi media pertunjukan untuk mementaskan
cerita dalam labirin kehidupan dan kearifan Jawa. Ketoprak menjadi media
hiburan bagi warga di tengah keringnya kehidupan manusia akibat krisis
(ekonomi, moral) yang membelit. Semacam oase yang menyejukkan kehidupan warga,
media hiburan alternatif yang tetap mengeluarkan nilai-nilai sejarah dalam
setiap fragmen, kearifan lokal dan sindiran kebudayaan yang kental. Semoga di
tengah gempuran media radio, televisi, internet dan media lainnya, Ketoprak
senantiasa eksis dalam derap kehidupan warga di berbagai daerah di jawa.
Menurut penelitian Sucipto Hadi
Purnomo, Dosen Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Unnes
Semarang, kesenian ketoprak di pati merupakan yang paling survive diantara
daerah yang lainya yang ada di jawa tengah karena permintaan pasar yang stabil,
Biasanya, panggilan pentas ketoprak diadadakan dalam rangka sedekah bumi,
slametan (upacara rasa syukur atas berkah Tuhan), khitanan ataupun agenda haul
tokoh desa (memberi penghormatan pada tokoh desa) dan momentum lain , Umumnya,
lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad daerah, legenda
maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang
kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga. Cerita tentang kehidupan kerajaan
Majapahit, kerajaan Ngayogjokarto, perjuangan Walisanga, maupun kisah unik
jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar
dalam kehidupan warga. Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting
yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Agenda-agenda inilah
yang menjadikan grup ketoprak dapat “bernafas lega”. Di Pati sendiri terdapat
puluhan grup ketoprak diantaranya adalah Siswo Budoyo, Cahyo Mudho, Langen
Marsudi Rini, Wahyu Budhoyo, Bangun Budhoyo, Ronggo Budoyo, Dwijo Gumelar,
Kridho Carito, Konyik Pati, Manggala Budaya serta
beberapa grup ketoprak lain, semoga grup ketoprak ini bisa lestari.
Ketoprak
Yang Semakin Redup
Perjuangan pekerja seni ketoprak dalam
ngugemi (menjaga) nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dan rekaman sejarah
tak sebanding dengan apresiasi yang diterima. Penggiat ketoprak senantiasa
asing dari gelegar penghargaan (award) kesenian dan kebudayaan negeri ini.
Perjalanan kehidupan penggiat ketoprak senantiasa dibayangi mendung hitam, hal
ini dikarenakan biaya hidup semakin tinggi dan hasil pertunjukan kesenian
ketoprak semakin memprihatinkan. Padahal, besarnya insentif (upah) penggiat
ketoprak ditentukan banyaknya pagelaran yang dijalani. Tanpa adanya panggilan
pertunjukan, penghasilan penggiat ketoprak akan berhenti total. Inilah tragedi
kehidupan pekerja kesenian di negeri ini, di tengah agenda nasional dalam
mengapresiasi khazanah kebudayaan bangsa.
Tantangan
Kesenian Ketoprak Di Era Modern
Persaingan dunia hiburan yang ketat
dan terbuka di era modern membuat eksisternsi ketoprak semakin redup, sekarang
ini jarang sekali generasi muda yang kenal dan tau tentang kesenian ketoprak,
coba tanya kepada anak muda sekarang, "Apa itu kesenian ketoprak?"
Jawabannya mungkin akan terdengar menyedihkan. Kalau bukan, "Itu kan nama
makanan," yang paling mendekati benar adalah, "Itu kan tayangan
komedi di televisi." kesenian ketoprak semakin lama semakin termarginalkan
dari hiruk pikuk dan ramainya panggung hiburan, jika dahulu ketoprak menjadi
primadona di kebanyakan stasiun Televisi, sekarang hanya tingggal TVRI sebagai
televisi pemerintah yang menayangkan ketoprak, itu pun jam tayangnya hanya
sedikit sekali. Antusiasme kaum muda di dalam melestarikan kesenian ketoprak
perlu dikobarkan lagi agar kesenian ketoprak tidak tinggal nama. Diakui maupun
tidak rasa nasionalisme kaum muda mulai menurun, ini adalah salah satu faktor
yang menyebabkan ketoprak meredup, disamping perhatian pemerintah yang tak pernah
mengapresiasi para penggiat ketoprak dan media masa yang lebih mementingkan
hiburan modern yang banyak menghimpun masa. Sudah saatnya bagi para
penggiat Kesenian Ketoprak untuk bangkit, Sudah saatnya bagi kita (
kaum muda) untuk menciptakan kemasan baru dan kembangkan kreativitas baru bagi
kesenian ini. Jangan sampai kesenian yang adiluhung ini hilang tak berbekas.
Masyarakat Jawa, khususnya generasi muda, tentu tidak ingin mengetahui
kebesaran Kesenian Ketoprak ini hanya dari mulut ibu bapak dan kakek neneknya
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar