Sabtu, 24 Oktober 2015

Kesenian Ketoprak dan Eksistensinya di Tanah Jawa


           Oleh: Abdul Aziz
 Ketoprak adalah kesenian rakyat yang memadukan seni drama, musik, dan sastra sekaligus. Kesenian Ketoprak ini tumbuh subur di Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta sebagian daerah Jawa Timur. Kesenian Ketoprak bermula dari permainan rakyat menabuh lesung pada bulan purnama yang disebut gejogan. Awalnya, tabuhan lesung ini menjadi pengiring nyanyian dolanan, yang kemudian dimasukkan unsur cerita ke dalamnya sehingga membentuk suatu teater sederhana. Ketoprak menjadi media pertunjukan untuk mementaskan cerita dalam labirin kehidupan dan kearifan Jawa. Ketoprak menjadi media hiburan bagi warga di tengah keringnya kehidupan manusia akibat krisis (ekonomi, moral) yang membelit. Semacam oase yang menyejukkan kehidupan warga, media hiburan alternatif yang tetap mengeluarkan nilai-nilai sejarah dalam setiap fragmen, kearifan lokal dan sindiran kebudayaan yang kental. Semoga di tengah gempuran media radio, televisi, internet dan media lainnya, Ketoprak senantiasa eksis dalam derap kehidupan warga di berbagai daerah di jawa.
            Menurut penelitian Sucipto Hadi Purnomo, Dosen Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Unnes Semarang, kesenian ketoprak di pati merupakan yang paling survive diantara daerah yang lainya yang ada di jawa tengah karena permintaan pasar yang stabil, Biasanya, panggilan pentas ketoprak diadadakan dalam rangka sedekah bumi, slametan (upacara rasa syukur atas berkah Tuhan), khitanan ataupun agenda haul tokoh desa (memberi penghormatan pada tokoh desa) dan momentum lain , Umumnya, lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad daerah, legenda maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga. Cerita tentang kehidupan kerajaan Majapahit, kerajaan Ngayogjokarto, perjuangan Walisanga, maupun kisah unik jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar dalam kehidupan warga. Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Agenda-agenda inilah yang menjadikan grup ketoprak dapat “bernafas lega”. Di Pati sendiri terdapat puluhan grup ketoprak diantaranya adalah Siswo Budoyo, Cahyo Mudho, Langen Marsudi Rini, Wahyu Budhoyo, Bangun Budhoyo, Ronggo Budoyo, Dwijo Gumelar, Kridho Carito, Konyik Pati, Manggala Budaya serta beberapa grup ketoprak lain, semoga grup ketoprak ini bisa lestari.
Ketoprak Yang Semakin Redup
            Perjuangan pekerja seni ketoprak dalam ngugemi (menjaga) nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dan rekaman sejarah tak sebanding dengan apresiasi yang diterima. Penggiat ketoprak senantiasa asing dari gelegar penghargaan (award) kesenian dan kebudayaan negeri ini. Perjalanan kehidupan penggiat ketoprak senantiasa dibayangi mendung hitam, hal ini dikarenakan biaya hidup semakin tinggi dan hasil pertunjukan kesenian ketoprak semakin memprihatinkan. Padahal, besarnya insentif (upah) penggiat ketoprak ditentukan banyaknya pagelaran yang dijalani. Tanpa adanya panggilan pertunjukan, penghasilan penggiat ketoprak akan berhenti total. Inilah tragedi kehidupan pekerja kesenian di negeri ini, di tengah agenda nasional dalam mengapresiasi khazanah kebudayaan bangsa.
Tantangan Kesenian Ketoprak Di Era Modern
            Persaingan dunia hiburan yang ketat dan terbuka di era modern membuat eksisternsi ketoprak semakin redup, sekarang ini jarang sekali generasi muda yang kenal dan tau tentang kesenian ketoprak, coba tanya kepada anak muda sekarang, "Apa itu kesenian ketoprak?" Jawabannya mungkin akan terdengar menyedihkan. Kalau bukan, "Itu kan nama makanan," yang paling mendekati benar adalah, "Itu kan tayangan komedi di televisi." kesenian ketoprak semakin lama semakin termarginalkan dari hiruk pikuk dan ramainya panggung hiburan, jika dahulu ketoprak menjadi primadona di kebanyakan stasiun Televisi, sekarang hanya tingggal TVRI sebagai televisi pemerintah yang menayangkan ketoprak, itu pun jam tayangnya hanya sedikit sekali. Antusiasme kaum muda di dalam melestarikan kesenian ketoprak perlu dikobarkan lagi agar kesenian ketoprak tidak tinggal nama. Diakui maupun tidak rasa nasionalisme kaum muda mulai menurun, ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan ketoprak meredup, disamping perhatian pemerintah yang tak pernah mengapresiasi para penggiat ketoprak dan media masa yang lebih mementingkan hiburan modern yang banyak menghimpun masa. Sudah saatnya bagi para penggiat Kesenian Ketoprak untuk bangkit, Sudah saatnya bagi kita ( kaum muda) untuk menciptakan kemasan baru dan kembangkan kreativitas baru bagi kesenian ini. Jangan sampai kesenian yang adiluhung ini hilang tak berbekas. Masyarakat Jawa, khususnya generasi muda, tentu tidak ingin mengetahui kebesaran Kesenian Ketoprak ini hanya dari mulut ibu bapak dan kakek neneknya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar