Kamis, 08 Oktober 2015

Masih Perlukah MOS (Masa Orientasi Siswa)

Oleh : Abdul Aziz           
 Tahun ajaran baru telah tiba, sekolah - sekolah sudah memulai menjalankan progam akademiknya, mulai dari PMB (Penerimaan Murid Baru), seleksi, MOS dan lain sebagainya yang semuanya dilakukan oleh pihak sekolah, diantara rentetan progam yang ada pada tahun ajaran baru tersebut, ada satu kegiatan yang menjadi sorotan oleh banyak kalangan terutama pengamat pendidikan dan organisasi perlindungan anak yaitu MOS (Masa Orientasi Siswa) pasalnya kegiatan ini setiap tahunya selalu memakan korban jiwa, meskipun demikian kegiatan ini tetap berlanjut dan kekal sampai sekarang.
            Kalau kita menilik kebelakang tentang sejarah MOS maka akan kita temui bahwa MOS itu sudah ada sejak zaman kolonial belanda, tepatnya di STOVIA ( Sekolah Pendidikan Dokter Hindia) yaitu pada tahun ( 1898-1927), pada waktu itu mereka yang baru masuk harus menjadi anak buah seniornya dan menuruti apa yang dikatakan oleh seniornya, jadi MOS itu sendiri sudah ada sebelum Indonesia merdeka dan berkelanjutan sampai sekarang dengan kegiatan yang bermacam-macam mulai dari memplonco, membully, memukul bahkan ada yang menggunakan kekerasan yang mengakibatkan kematian.
Ajang Balas Dendam         
            Kegiatan MOS yang sering kita dengar dan kita lihat sekarang ini, pada dasarnya bertujuan baik, yaitu mengenalkan siswa kepada lingkungan sekolah, progam akademik, tugas-tugas siswa dan semua yang berkaitan dengan sekolah namun pada kenyataanya bukan demikian yang terjadi malah sebaliknya, MOS menjadi ajang balas dendam para senior terhadap juniornya, karna sang senior dahulunya mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari para seniornya dan pada kesempatn ini dia melampiaskan kepada juniornya.
            Perlakuan yang tidak sewajarnya yang dilakukan senior terhadap junior seharusnya tidaklah terjadi karna tidak ada manfaatnya bagi si junior meskipun berdalih pengenalan sekolah, penguatan mental dan lain sebagainya namun kenyataanya hanyalah ajang balas dendam belaka yang menimbulkan rasa benci dan dendam yang mendalam dari junor terhadap senior. MOS dengan menggunakan kekerasan, pemploncoan, bully, atribut yang nyeleneh itu sudah tidak relevan lagi dan harus di ganti dengan MOS yang bersifat mendidik, edukatif, kreatif dan menyenangakan karna pada dasarnya siswa yang baru masuk tersebut masih butuh adaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru dan juga mereka masih pada masa transisi dari jenjang yang ada di bawahnya menuju ke jenjang yang lebih tinggi, seharusnya mereka mendapatkan bimbingan,  pelajaran dan akhlak terpuji dari para seniornya bukan malah contoh yang buruk dari para seniornya.
            Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa perpeloncoan, kekerasan dan sebagainya di dalam MOS itu dilarang oleh Menteri pendidikan dan kebudayaan anies Baswedan, dia menghimbau kepada para orang tua untuk melaporkan sekolah-sekolah yang masih menggelar perpeloncoan (Tribunnews.com 27/7/2015), hal ini senada dengan peraturan menteri (permen) nomor 55 Tahun 2014 yang melarang MOS dengan menggunakan kekerasan dan juga sanksinya bagi sekolah yang membiarkan adanya perpeloncoan.
            Pada tahun ajaran ini ( 2015-2016) dunia pendidikan kembali dikagetkan dengan meninggalnya peserta MOS di beberapa daerah di Indonesia diantaranya yaitu Evan Christoper Situmorang ( SMP Flora Bekasi), Fazri Fauzi ( SMK Al Hikmah Garut), selain dua nama tadi kemendikbud juga mencatat ada siswa yang meninggal diduga akibat kelelahan setelah mengikuti MOS di SMP Negeri 11 Tanjung Uban, Bintan, Kepulauan Riau. (Detik.com, 7/8/2015)

            Masa Orientasi Siswa (MOS) yang berujung maut sungguh amat disayangkan karna salah satu putra bangsa yang hendak menuntut ilmu itu gagal karena kekerasan yang dilakukan oleh seniornya, untuk itu bagi orang tua murid apabila mendapati MOS yang menyeleweng bisa melaporkan ke kemendikbud melalui situs mopd.kemendikbud.go.id. dengan harapan MOS yang mengandung kekerasan dan perploncoan tidak terjadi lagi dan diganti dengan MOS yang lebih mendidik, edukatif dan terhormat. Wallahu A’lam Bissawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar